Wednesday 15 November 2017

Usaha Melupakan

Ketika berbicara perihal melupakan
adalah meninggalkan jejak-jejak dibelakang dengan berbagai beberapa pilihan.
Membuka luas pintu dengan langkah pasti atau
tetap menyandarkan punggungmu di dekapan merindu?

Seperti butiran putih yang kau kira garam
padahal manis.
Sudah tertanam di batang otak semakin hitam pekat.

Ah, sudahlah.
Kau tahu aku akan memilih apa sebagai manusia
yang selalu meninggikanmu.
Lalu aku hanya menjadi samar-samar
manusia perasa.

Friday 10 November 2017

Asap

Asap motor, asap mobil, asap sate, asap rokok.
Banyak bentuk dan cara menghasilkan asap.
Ada yang berbau enak dan tidak.
Sepertimu
Kau salah satunya, asap yang tidak enak.
Datang dan pergi
Sampah.

Saturday 4 November 2017

Rindu

Rindu, bolehkah aku rasakan?
Mengenang habis rasa nikmat
Ketika mata ini bertatap pada parasmu
Merasakan sesak nafas ini tak terkira.

Rindu, bolehkah aku merasakan sedangkan kau tidak?
Aku hanya ingin bebas merasakan rindu.
Seperti ketika kau dan aku bertemu di parkiran hanya menatap 
dan saling menggenggam manis.
Diganggu dengan intipan sinis mentari pagi.

Bolehkah aku rasakan, Rindu?
Ketika ku sadar aku sudah menggenggam tangan yang lain 
dan kau menyandarkan dirimu di pelukan yang lain.
Ketika rindu berbicara tentang pulang
Pantaskah aku merindu? Jika tangan itu tidak pernah benar-benar menggenggam dalam mengingatmu.
Persis ketika kau tertawa untuk menghibur diri 
dari mimpi meminum segelas kopi panas dengan es.

Tuesday 31 May 2016

Salam Dari Bioskop

Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan jalanan itu
Lebih tenang dari biasanya dengan hujan turun menyapa sesekali
Aku dan dirimu tahu tidak akan ada ada jalan kembali

Sore ini kita habiskan dalam bioskop
Menyaksikan film tentang cinta
Sepasang mataku terus menyaksikan hingga mengalir ke otak ku dan aku mulai memikirkan
"Apa aku juga sedang menjalani cinta?"

Ku silangkan kedua tanganku seraya mengingat sore ini
Apakah sepasang tangan yang kugenggam sepanjang sore itu milikku?
Terlalu lama aku berfikir hinga kau hilang dalam gelapnya bioskop
Kau tidak pernah lagi utuh
Tidak lagi memiliki hati

Hujan mempercepat pedihku
Kugenggam tiket bioskop
Tertawa ia seakan berkata "Tertipu dirimu olehku pria lugu, bukan cinta yang kau terima melainkan jilatan manis masa lalu. Tidakkah ingat dirimu dicampakan olehnya wahai anak adam?"
Terdiam menerima satu-satunya duka yang kau tinggalkan
AH! Mengutuk diriku didepan bioskop
Tak mau lagi aku kesini dengan sepasang tangan itu


_Aditya Ari Pradana

Tuesday 17 May 2016

PHP

Bukankah sudah kau tahu maksudku dengan memujamu?
Lantas mengapa kau tetap berdiri didepanku dan berkata
"hai aku di sini" lantas kau pergi selepas itu.
Aku tak mengerti inginmu.
Aku tak tahu maksudmu.
Apakah aku hanya dianggap sampah bila tak penuhi maumu?
Apakah aku harus berikan seluruh kaki dan tanganku agar aku dapat terus tunduk memujamu
Sayang sayang sayang oh sayang
Terlalu naif kau tak tahu maksudku
Burung, semut, hingga lalat pun tahu datang kepadaku karena mencium tulusku.

Monday 1 February 2016

Ketakutan Cinta

Ketidakadilan macam apa yang ingin aku pertanyakan?
Terus berfikir seraya tetap mengadahkan tangan
Tuhan, bebaskan aku dari kutukan rasa aneh ini
Sang filsuf cinta bisa saja berkata bahwa cinta adalah keindahan dan nikmat tiada tara
Lalu nikmat macam apa ini?

Cinta diam, cinta tidak berkata, cinta tertawa
Lalu Cinta berkata, aku akan datang dengan perlahan kepadamu
Tak bisa aku terus duduk menunggu
Berlari ku juah berusaha menjemput Cinta
Seperti diberi angin segar dalam langkahku
Suatu malam langkahku terhenti
Entah angin, entah badai, entah ranjau
Jatuh ku seperti sakit ribuan tahun

Cinta, bagaimana bisa kau menghakimi aku yang sekian langkah menjemputmu dengan semua kenaganmu itu?
Sudah mampu aku berdiri tegak lalu sekelebat kau guncangkan aku dengan penghakimanmu
Kau tak mampu, kau takut
Atau kau hanya Cinta yang terbentuk dengan rasa kebodohan, pengecut?
Tak layak aku sematkan itu untukmu Cinta
Tapi rasanya aku lebih tahu apa yang pantas untuk kau sebut sendiri
Tak perlu aku cari jawaban lagi

Entahkarena aku sudah tahu atau aku terlalu jatuh untuk melangkah lagi menjemputmu Cinta

Ingatlah, tempatkan aku untuk menjadi pengingat sadarmu
Bahwa sakitmu, perihmu, kebodohanmu, ketakutanmu hanyalah sekeping berlian mentah yang gagal
Carilah lagi lahanmu untuk dapatkan kembali berlianmu
Cinta, indahmu menanti
Jikalau aku kurang bersinar
Jadikan aku sebagai pemandu dalam gelapmu dengan sinarku
Sehingga kau tahu (lagi)
Betapa indahnya Cinta

#Sekali dua kali kau boleh merasakan kembali sakitmu. Tapi ingat, kesakitan selalu ada dan tercipta sekalipun dari indahnya mawar dengan durinya

Thursday 20 August 2015

70 Tahun Indonesia, Merah Putih, Paskibra, Balaraja




Tepat 17 Agustus 2015 adalah 5 tahun sudah saya melakukan yang orang lain atau tidak semua orang bisa dan mampu meakukannya. Walaupun hanya berada di tingkatan I, walaupun mungkin saya kalah dengan generasi di bawah saya yang bisa berada di tingkatan II, III bahkan Nasional tapi saya tetap bangga mempunyai peran yang sama, mempunyai hal yang sama yang ingin dibanggakan, dan mempunyai sesuatu yang selalu dijaga hingga akhir. Merah Putih, secarik kain, tipis, berisi bentukan dan warna yang diikatkan pada tiang oleh seutas tali dan berkibar jika ditiup angin. Ya, ituah yang saya, kami, kamu, dan kita semua jaga. Merah Putih, bentuk dan warna simbolis Negara Indonesia yang kini tepat di tahun 2015 sudah berusia 70 tahun.

Tepat setiap 17 Agustus saya menyaksikan suatu hal yang tidak pernah akan bisa saya lewatkan, Upacara Pengibaran dan Penurunan Bendera. Ini 5 tahun sudah saya berada di lapangan tiap menjelang Agustus dan ketika Agustus tiba. Harus berpanas-panasan, berdebu-debu ria, berpeluh keringat, melawan rasa malas. Disini saya rindu dengan matahari pagi, hembusan angin di lapangan ini, saya rindu dengan suara derap langkah para pemuda pemudi yang terus semangat menancapkan ribuan langkah kakinya.


Disini saya merasa terdapat sebuah perasaan yang tidak bisa saya sebutkan apa tepatnya. Entah cinta terhadap tanah air, cinta terhadap organisasi ini. Entah cinta terhadap teman-teman, senior-senior, junior, yang sudah seperti satu ikatan keluarga. Atau entah saya merasa seperti punya tanggung jawab sebagai penerus yang dijaman sekarang mungkin banyak generasi saya atau dibawah saya lebih memilih gadgetnya dibanding merasakan nikmatnya berjuang ditengah lapangan. Apalagi yang bisa saya, kamu, kita lakukan untuk negeri ini di hari ulang tahunnya? 

Saya merasa ini lah yang saya bisa berikan tiap tahunnya untuk hari ulang tahun, hari kemerdekaan negeri ini. Hal yang sederhana mungkin dengan memberikan pemuda pemudi penerus yang ingin menaikan simbol, warna kebesaran, harga diri bangsa dan negeri ini sampai ujung tiang hingga berkibar. Ya, Bendera Merah putih.

Selama saya masih di tanah ini, saya masih bisa ada di setiap tahunnya. Mungkin saya masih bisa lima sampai sepuluh tahun lagi mengorbankan waktu. TAPI selama saya masih hidup, dan menginjakkan kaki di tanah Balaraja ini, saya akan tetap rindu dengan derap langkah kaki gagah perkasa para Paskibra yang terus berusaha, bergembira, yang ingin melihat Sang Dwi Warna berkibar dengan gagah.